+ -

Pages

Minggu, 28 Juni 2015

Dimanakah Sebaiknya Shalat Hari Raya ?

Yang sering ramai diperbincangkan menjelang hari raya adalah pelaksanaan shalat Ied. Sebagian ada yang memilih pergi ke masjid, sebagian lagi pergi ke lapangan atau semisalnya. Dan sebenarnya manakah yang lebih utama? Di masjid kah? Atau di luar masjid? Ternyata ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

Namun sebelum membahas perbedaan ulama, perlu diketahui bahwa mereka sepakat bahwa shalat Ied boleh dilaksanakan di mana saja. Baik di masjid atau di luar masjid. Dan juga mereka sepakat bagi penduduk kota Makkah maka yang lebih baik adalah di Masjidil Haram. Bukan di lapangan atau di tanah lapang lainya. Ataupun bukan di Masjidil Haram, namun masjidnya sempit, maka lebih baik shalat Ied dolaksanakan di luar masjid. Namun apabila masjidnya luas, maka lebih baik dilaksanakan dimana? Ulama berbeda pendapat dalam hal ini sebagai berikut.

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Ibnul Humam (w. 681 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Fathul Qadirmenuliskan sebagai berikut :

والسنة أن يخرج الإمام إلى الجبانة

Yang sunnah (dalam shalat Ied) adalah imam keluar (untuk melakukan shalat) ke tanah lapang.[1]

Ibnu Abdin (w. 1252 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Radd Al-Muhtar ala Ad-Dur Al-Mukhtar menuliskan sebagai berikut :

)والخروج إليها) أي الجبانة لصلاة العيد (سنة وإن وسعهم المسجد الجامع) هو الصحيح

Keluar ke tanah lapang untuk melakukan sholat Ied disana adalah sunnah. Meskipun masjid jami luas (menampung jamaah). Dan pendapat ini adalah pendapat yang benar.[2]

2. Mazhab Al-Malikiyah

Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah menuliskan sebagai berikut :

ولا تصلى في المسجد إلا من ضرورة إلا أهل مكة فسنتهم صلاتها في المسجد الحرام

Shalat Ied tidak dilaksanakan di masjid kecuali jika dalam keadaan darurat. Namun bagi penduduk makkah maka yang disunnahkan adalah shalat Ied di Masjidil Haram.[3]
Al-Qarafi (w. 684 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah di dalam kitab Adz-

Dzakhirahmenuliskan sebagai berikut :

وإقامتها بالصحراء أفضل إلا في المسجد بمكة لفضل المسجد الحرام

Pelaksanaan sholat Ied di tanah lapang lebih utama (dari pada di masjid). Kecuali di Masjidil Haram, karena keutamaan Masjidil Haram.[4]

3. Mazhab Asy-Syafi’i

An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnyaMinhaju At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin menuliskan sebagai berikut :

وفعلهم بالمسجد أفضل

Dan pelaksanaan (sholat Ied) di dalam masjid lebih utama.[5]

Zakaria Al-Anshari (w. 926 H) yang juga ulama mazhab Asy-syafi'iyah di dalam kitabnyaAsnal Mathalib Syarah Raudhu Ath-Thalib menuliskan sebagai berikut.

(و) فعلها في (سائر المساجد إن اتسعت أو حصل مطر ونحوه) كثلج (أولى) لشرفها ولسهولة الحضور إليها مع وسعها في الأول ومع العذر في الثاني فلو صلى في الصحراء كان تاركا للأولى مع الكراهة في الثاني دون الأول

Pelaksanaan shalat Ied di masjid selain Masjidil Haram, jika masjidnya luas atau dalam keadaan hujan dan semisalnya (turun salju), maka lebih utama. Karena kemuliaan masjid dan mudahnya setiap orang untuk menghadirinya. Dan juga jika masjid luas atau tedapat udzur (untuk melakukan shalat di luar). Dan jika dilaksanakan di tanah lapang maka telah meninggalkan keutamaan beserta karahah( makruh) pada keadaan kedua( jika terjadi hujan atau semisalnya) , namun tidak demikian pada keadaan pertama(tidak shalat di masjid padahal masjidnya luas).[6]

Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitab Al-Minhaj Al-Qawim menuliskan sebagai berikut :

و يسن "فعلها في المسجد" لشرفه فإن صلى في الصحراء كره ويقف نحو الحيض ببابه "إلا إذا ضاق" عن الناس فالسنة فعلها في الصحراء

Disunnahkan melaksanakan shalat Ied di dalam masjid, karena kemuliaan masjid itu sendiri. Dan dimakruhkan melaksanakanya di tanah lapang. (Ketika dilaksanakan di masji) maka wanita haidh dan yang semisalnya cukup berdiri di depan pintu. Kecuali jika masjidnya sempit dan tidak bisa menampung jamaah maka disunnahkan melaksanakanya di tanah lapang.[7]

4. Mazhab Al-Hanabilah

Ibnu Qudamah (w. 620 H) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughni menuliskan sebagai berikut :

السنة أن يصلي العيد في المصلى

Yang sunnah dalam pelaksanaan sholat Ied adalah di mushola.[8]
Dan yang dimaksud dengan mushola disini bukanlah surau atau masjid kecil. Melainkan tempat shalat yang letaknya di luar masjid.

Al-Mardawi (w. 885 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Inshaf fi Ma'rifati Ar-Rajih minal Khilaf menuliskan sebagai berikut :

(وتسن، في الصحراء) وهذا بلا نزاع إلا ما استثني على ما يأتي. (وتكره في الجامع إلا من عذر) ، وهذا الصحيح من المذهب، وعليه أكثر الأصحاب

Dan disunnahkan (pelaksanaan shalat Ied) di tanah lapang. Dalam hal ini tidak ada pertentangan, kecuali dalam keadan-keadaan tertentu. Dan dimakruhkan (pelaksanaan shalat Ied) di masjid jami’ kecuali dengan udzur. Dan ini adalah pendapat yang benar menurut madzhab. Dan juga pendapat mayoritas ulama Hanabilah.[9]

Sebab Perbedaan Pendapat

Terdapat sebuah riwayat yang menunjukan bahwa Rasulullah melaksanakan shalat Ied bukan di masjid. Melainkan keluar dan meninggalkan masjidnya. Seperti yang dipaparkan olehIbnu Qudamah (w. 620 H) dalam Al-Mughni:

أن النبي - صلى الله عليه وسلم - كان يخرج إلى المصلى ويدع مسجده

Sesungguhnya dahulu Nabi keluar menuju mushola dan meninggalkan masjid (untuk melaksanakan shalat Ied).[10]

Namun apakah Rasulullah meninggalkan masjid memang karena sholat Ied lebih baik dilaksanakan di luar masjid. Ataukah ada alasan lain? Maka dari sini lah perbedaan pendapat tersebut muncul. Dan An-Nawawi (w. 676 H) memiliki persepsi lain mengenai riwayat ini. Seperti dalam kitabnya beliau menyebutkan:

بأن المسجد كان يضيق عنهم لكثرة الخارجين إليها فالأصح ترجيحها في المسجد

(Rasulullah meninggalkan masjid) dikarenakan masjid pada saat itu sempit untuk menampung banyaknya orang yang hadir untuk melaksanakan shalat Ied. Maka yang paling pas adalah mendahulukan masjid sebagai tempat dilaksanakanya shalat Ied (ketika masjidnya luas).[11]
Wallahu’alam.

Muhammad Aqil Haidar 

Kampussyariah.com

[1] Ibnul HumamFathul Qadir, jilid 2 hal. 72
[2] Ibnu AbdinRadd Al-Muhtar ala Ad-Dur Al-Mukhtar, jilid 2 hal. 169
[3] Ibnu Abdil Barr, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, jilid 1 hal. 263
[4] Al-QarafiAdz-Dzakhirah, jilid 2 hal. 420
[5] An-NawawiMinhaju At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin, hal. 52
[6] Zakaria Al-AnshariAsnal Mathalib Syarh Raudhu At-Thalib, jilid 1 hal. 281
[7] Ibnu Hajar Al-HaitamiAl-Minhaj Al-Qawim, hal. 190
[8] Ibnu QudamahAl-Mughni, jilid 2 hal. 275
[9] Al-MardawiAl-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rajih min Al-Khilaf, jilid 2 hal. 426
[10] Ibnu QudamahAl-Mughni, jilid 2 hal. 276
[11] An-NawawiMajmu al-Fatawa jilid 4 hal. 5


Artikel Terkait

5 RUMAH ASWAJA: Dimanakah Sebaiknya Shalat Hari Raya ? Yang sering ramai diperbincangkan menjelang hari raya adalah pelaksanaan shalat Ied. Sebagian ada yang memilih pergi ke masjid, sebagian l...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >