+ -

Pages

Jumat, 03 Juli 2015

Hukum Khitan Bagi Laki-Laki dan Perempuan

Khitan atau yang dikenal dengan istilah sunat dalam bahasa Indonesia adalah peninggalan syariat Nabi Ibrahim AS. yang juga dijalankan oleh umat Nabi Muhammad . Yaitu memotong bagian dari kemaluan. Dan termasuk dalam Fitrah dalam syariat nabi muhammad.

Ulama sepakat bahwa khitan disyariatkan dalam islam. namun mereka berbeda pendapat dalam sunnahkah atau wajibkah khitan tersebut.

Pendapat Ulama Madzhab

Madzhab Hanafi

  1. Imam Al Baldahi Al Hanafi(w. 683) dari kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa khitan adalah sunah bagi laki-laki. Dan merupakan kehormatan bagi perempuan. bukan merupakan sebuah kewajiban. Namun beliau menambahkan baahwa ketika suatu penduduk kota tidak melakukan khitan secara berjamaah, maka diperangi oleh pemimpin karena tidak meninggikan Syiar-syiar

وَالْخِتَانُ لِلرِّجَالِ سُنَّةٌ وَهُوَ مِنَ الْفِطْرَةِ، وَهُوَ لِلنِّسَاءِ مَكْرُمَةٌ، فَلَوِ اجْتَمَعَ أَهْلُ مِصْرٍ عَلَى تَرْكِ الْخِتَانِ قَاتَلَهُمُ الْإِمَامُ لِأَنَّهُ مِنْ شَعَائِرِ الْإِسْلَامِ وَخَصَائِصِهِ. وَاخْتَلَفُوا فِي وَقْتِهِ، قِيلَ حَتَّى يَبْلُغَ، وَقِيلَ إِذَا بَلَغَ تِسْعَ سِنِينَ، وَقِيلَ عَشْرًا، وَقِيلَ مَتَى كَانَ يُطِيقُ أَلَمَ الْخِتَانِ خُتِنَ وَإِلَّا فَلَا

Dan khitan hukumnya sunnah untuk laki-laki dan itu termasuk fitrah, adapun bagi perempuan maka hanyalah sebuah kehormatan. Dan ketika suatu penduduk kota meninggalkan khitan secara berjamaah maka diperangi oleh pemimpin. Karena khitan termasuk syiar dan keistimewaan agama Islam. adapun perbedaan pendapat dalam waktunya, dikatakan sampai baligh, dikatakan pula ketika umur Sembilan tahun, dan dikatakan sepuluh tahun. Dan dikatakan pula ketika dia mampu menahan sakitnya dikhitan, dan ketika tidak kuat maka tidak dikhitan. [1]

  1. Imam Al Hasfaki dari kalangan Hanafiyah juga berpendapat sama dengan imam Al Baldahi. Yaitu khitan hukumnya sunnah. Namun jika ditiggalkan secara berjamaah maka harus diperangi. Karena telah meninggalkan syiar Islam dan tidak boleh ditinggalkan kecuali karena udzur. namun jika seseorang sudah tua dan belum dikhitan, dibolehkan untuk meninggalkanya karena tidak mampu.

(وَ) الْأَصْلُ أَنَّ (الْخِتَانَ سُنَّةٌ) كَمَا جَاءَ فِي الْخَبَرِ (وَهُوَ مِنْ شَعَائِرِ الْإِسْلَامِ) وَخَصَائِصِهِ (فَلَوْ اجْتَمَعَ أَهْلُ بَلْدَةٍ عَلَى تَرْكِهِ حَارَبَهُمْ) الْإِمَامُ فَلَا يُتْرَكُ إلَّا لِعُذْرٍ وَعُذْرُ شَيْخٍ لَا يُطِيقُهُ ظَاهِرٌ

Dan hukum dari khitan adalah sunnah. Seperti yang diperintahkan dalam hadist. Dan khitan merupakan syiar dan keistimewaan agama Islam. namun ketika ditinggalkan oleh 
skelompok penduduk suatu daerah secara berjamaah maka harus diperangi. Karena khitan termasuk sesuatu yang tidak boleh ditinggal tanpa udzur. Namun sseorang yang sudah tua dan tidak mampu adalah sebuah udzur yang jelas

وَخِتَانُ الْمَرْأَةِ لَيْسَ سُنَّةً بَلْ مَكْرُمَةً لِلرِّجَالِ وَقِيلَ سُنَّةٌ

Adapun khitan bagi perempuan hukumnya tidak sunnah, akan tetapi sebuah penghormatan untuk laki-laki (suaminya), dan dikatakan hukumnya sunnah.[2]

Madzhab Maliki

  1. Ibn Abdil Barr (w. 463) dari kalangan malikiyah sependapat dengan Hanafiyah. Sunnah bagi laki-laki dan sebuah kehormatan bagi perempuan.
ومن فطرة الإسلام عشر خصال الختان وهو سنة للرجال ومكرمة للنساء وقد روي عن مالك أنه سنة

Dan termasuk dalam Fitrah Islam 10 perbuatan, (diantaranya) khitan. Dan hukumnya dalah sunnah bagi laki-laki dan kehormatan bagi perempuan. Namun diriwayatkan dari Malik bahwa khitan bagi perempuan juga sunnah.[3]

  1. Al Qorofi (w. 684) dari kalangan Malikiyah mengatakan khitan hukumnya sunnah muakkadah baik bagi perempuan ataupun laki-laki. Dalam kitabnya Ad Dzakhirohbeliau menyebutkan:
قالَ ابْنُ يُونُسَ الْخِتَانُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ فِي الذُّكُورِ وَالْإِنَاثِ

Ibnu Yunus berkata: khitan hukumnya sunnah muakkadah bagi perempuan dan laki-laki.[4]

Madzhab Syafi’i

  1. Imam Nawawi (w. 676) dari kalangan Syafiiyah berbeda pendapat dengan dua madzhab sebelumnya. Ketika mereka hanya menyunnahkan khitan maka Imam Nawawi mewajibkan khitan baik bagi laki-laki ataupun perempuan.
لْخِتَانُ وَاجِبٌ عَلَى الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ عِنْدَنَا

Dan khitan hukumnya wajib baik laki-laki maupun perempuan menurut madzhab kami.[5]

  1. Syaikhul Islam Zakariya Al Anshori (w. 926) juga mengatakn wajib khitan. Yaitu ketika seseorang sudah baligh. Dan menjelaskan apa yang dipotong dalam khitan. Yaitu sampai terbukanya kepala kemaluan laki-laki, dan dipotongnya sebgian klitoris dari kemaluan perempuan.
وَالْخِتَانُ وَاجِبٌ (وَإِنَّمَا يَجِبُ بِالْبُلُوغِ)

Dan khitan hukumnya wajib. Dan kewajibanya dalah ketika seseorang sudah baligh.

لَا بُدَّ مِنْ كَشْفِ جَمِيعِ الْحَشَفَةِ فِي الْخِتَانِ) لِلرَّجُلِ بِقَطْعِ الْجِلْدَةِ الَّتِي تُغَطِّيهَا فَلَا يَكْفِي قَطْعُ بَعْضِهَا وَيُقَالُ لِتِلْكَ الْجِلْدَةِ الْقُلْفَةُ (وَ) مَنْ (قَطْعِ شَيْءٍ مِنْ بَظْرِ الْمَرْأَةِ)

Ketika dikhitan maka harus sampai terbuka kepala kemaluan laki-laki. Yaitu dengan memotong semua kulit yang menutupi kepala kemaluan. Dan tidak cukup hanya dipotong sebagiannya saja. Dan kulit tersevut disebut kulfah. Dan pada perempuan dipotong sebagian dari klitoris. [6]

Madzhab Hanbali

  1. Ibnu Qudamah (w. 620) dari kalangan Hanabilah mengatakh khitan hukumnya wajib hanya bagi laki-laki. Dan sebuah kehormatan bagi perempuan dan bukan merupakan kewajiban. Seperti dalam kitabnya Al Mughni beliau menegaskan:

فَصْلٌ: فَأَمَّا الْخِتَانُ فَوَاجِبٌ عَلَى الرِّجَالِ، وَمَكْرُمَةٌ فِي حَقِّ النِّسَاءِ، وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْهِنَّ

Fashl; adapun khitan maka hukumnya wajib bagi laki-laki, dan sebuah kehormatan bagi perempuan. Bukan merupakan kewajiban bagie kaum hawa.[7]

  1. Ibnu Timiyyah (w. 728) dari kalangan Hanabilah juga mengatakan wajb khitan. Dan kewajibanya ketika seseorang sudah dibebani kewajiban bersuci dan sholat. Yaitu ketia sudah baligh.

وَيَجِبُ الْخِتَانُ إذَا وَجَبَتْ الطَّهَارَةُ وَالصَّلَاةُ، وَيَنْبَغِي إذَا رَاهَقَ الْبُلُوغَ أَنْ يَخْتَتِنَ كَمَا كَانَتْ الْعَرَبُ تَفْعَلُ لِئَلَّا يَبْلُغَ إلَّا وَهُوَ مَخْتُونٌ

Dan wajib khitan ketika seseorang telah dibebani kewajiban bersuci dan sholat. Dan seyogyanya seseorang ketika mendekati baligh untuk dikhitan seperti kebiasaan bangsa Arab. Hal ini dilakukan supaya seseorang tidak mencapai baligh kecuali telah dikhitan.[8]

Madzhab Dzohiri

Ibu Hazm (w.456) dari kalangan Dzohiriyah hanya meyebutkan khitan sebagai sebuah sunnah. Dan bukan merupakan syariat yang wajib.

السِّوَاكُ مُسْتَحَبٌّ، وَلَوْ أَمْكَنَ لِكُلِّ صَلَاةٍ لَكَانَ أَفْضَلَ، وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَالْخِتَانُ

Dan siwak hukumnya sunnah. Ketika memungkunkan untuk dilakukan setiap sebelum sholat maka afdhol. Begitu juga dengan mencabut bulu ketiak dan khitan.[9]

Demikian perbedaan dikalangan ulama tentang khitan. Antara sunnah ataukah wajib. Dan apakah hanya bagi laki-laki ataukah berlaku untuk perempuan.

Wallahu a’lam.

Muhammad Aqil Haidar 
kampussyariah.com

[1] Al Baldahi (w. 683) Al Ikhtiyar Li Ta’lilil Mukhtar hal.167 jilid 4.
[2] Al Hasfaki , Addur Al Mkhtar wa Hasyiah Ibn Abdin hal.751 jilid 6
[3] Ibn Abdil Bar (w.463) Al Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah hal.1136 jilid 2.
[4] Al Qorofi (w. 684) Ad dzakhiroh hal. 166 jilid 1
[5] An Nawawi (w. 676) Al Majmu’ Syarh Al Muhadzab hal 300 jilid 1.
[6] Zakariya Al Anshori (w. 926) Asna Al Matholib Fi Syarhi Roudh At Tholib. Hal 164 jilid4.
[7] Ibn Qudamah (620) Al Mughni hal.64 jilid 1.
[8] Ibn Taimiyyah (w. 728) Al Fatawa Al Kubro hal 302 jilid 5.
[9] Ibnu Hazm (w. 456) Al Muhalla bil Atsar hal 423 jilid 1.


Artikel Terkait

5 RUMAH ASWAJA: Hukum Khitan Bagi Laki-Laki dan Perempuan Khitan atau yang dikenal dengan istilah sunat dalam bahasa Indonesia adalah peninggalan syariat Nabi Ibrahim AS. yang juga dijalankan oleh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >