+ -

Pages

Selasa, 07 Juli 2015

Transaksi Lelang, Bolehkah ?

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Ustadz, terkait dengan jual-beli dengan cara lelang, apa hukumnya  dalam pandangan syariah Islam? Soalnya ada yang bilang lelang itu termasuk jual-beli yang diharamkan, karena kita membeli barang yang sedang ditawar orang lain.

Mohon penjelasan dan terima kasih.

Wassalam

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

A. Pengertian

Di dalam literatur fiqih, lelang dikenal dengan istilah muzayadah (مزايدة). Dalam bahasa perdangan hari ini (bahasa Inggris), lelang ini sering disebut dengan istilah auction.

1. Bahasa
Secara bahasa, kata muzayadah (مزايدة) berasal dari kata zada-yazidu-ziyadah (زاد - يزيد - زيادة) yang artinya bertambah, maka muzayadah berarti saling menambahi. Maksudnya, orang-orang saling menambahi harga tawar atas suatu barang.

Di dalam kamus bahasa Arab, Al-Mu'jam Al-Wasith, kata muzayadah diartikan sebagai :

التَّنَافُسُ فِي زِيَادَةِ ثَمَنِ السِّلْعَةِ الْمَعْرُوضَةِ لِلْبَيْعِ

Persaingan dalam menambahi harga suatu barang yang ditawarkan untuk dijual.

2. Istilah
Di dalam kitab Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, secara istilah definisi dari muzayadah adalah :

أَنْ يُنَادَى عَلَى السِّلْعَةِ وَيَزِيدُ النَّاسُ فِيهَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ حَتَّى تَقِفَ عَلَى آخِرِ زَائِدٍ فِيهَا فَيَأْخُذَهَا

Mengajak orang membeli suatu barang, dimana para calon pembelinya saling menambahi nilai tawar harga, hingga berhenti pada penawar tertinggi. Dan sebagaimana kita tahu, dalam prakteknya dalam sebuah penjualan lelang, penjual menawarkan barang di kepada beberapa calon pembeli.

Kemudian para calon pembeli itu saling mengajukan harga yang mereka inginkan. Sehingga terjadilah semacam saling tawar dengan suatu harga. Penjual nanti akan menentukan siapa yang memang, dalam arti yang berhak menjadi pembeli. Biasanya pembeli yang ditetapkan adalah yang berani mengajukan harga tertinggi. Lalu terjadi akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual.

B. Hukum Lelang

Ada pendapat ulama yang membolehkan hukum lelang, tapi ada juga yang memakruhkannya. Hal itu karena memang ada beberapa sumber hukum yang berbeda. Ada hadits yang membolehkannya dan ada yang tidak membolehkannya.

1. Yang Membolehkan
Yang membolehkan lelang ini adalah jumhur (mayoritas ulama). Dasarnya adalah apa yang dilakukan langsung oleh Rasulullah SAW di masa beliau hidup. Ternyata beliau juga melakukan transaksi lelang dalam kehidupannya.
Di antara hadits yang membolehkannya antara lain :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ فَقَالَ لَكَ فِي بَيْتِكَ شَيْءٌ قَالَ بَلَى حِلْسٌ نَلْبَسُ بَعْضَهُ وَنَبْسُطُ بَعْضَهُ وَقَدَحٌ نَشْرَبُ فِيهِ الْمَاءَ قَالَ ائْتِنِي بِهِمَا قَالَ فَأَتَاهُ بِهِمَا فَأَخَذَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ مَنْ يَشْتَرِي هَذَيْنِ فَقَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍ قَالَ مَنْ يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا قَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمَيْنِ فَأَعْطَاهُمَا إِيَّاهُ وَأَخَذَ الدِّرْهَمَيْنِ فَأَعْطَاهُمَا الْأَنْصَارِيَّ

Dari Anas bin Malik ra bahwa ada seorang lelaki Anshar yang datang menemui Nabi saw dan dia meminta sesuatu kepada Nabi saw. Nabi saw bertanya kepadanya,”Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?” Lelaki itu menjawab,”Ada. Dua potong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air.” Nabi saw berkata,”Kalau begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku.” Lelaki itu datang membawanya. Nabi saw bertanya, ”Siapa yang mau membeli barang ini?” Salah seorang sahabat beliau menjawab,”Saya mau membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi saw bertanya lagi,”Ada yang mau membelinya dengan harga lebih mahal?” Nabi saw menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat beliau berkata,”Aku mau membelinya dengan harga dua dirham.” Maka Nabi saw memberikan dua barang itu kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada lelaki Anshar tersebut… (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa`i, dan at-Tirmidzi)

Hadits ini menjadi dasar hukum dibolehkannya lelang dalam syariah Islam. Lantaran Nabi SAW sendiri mempraktekkannya. Sehingga tidak ada alasan untuk mengharamkannya.
Kebolehan transaksi lelang ini dikomentari oleh Ibnu Qudamah sebagai sesuatu yang sudah sampai ke level ijma` (tanpa ada yang menentang) di kalangan ulama.

2. Yang Memakruhkan
Namun ternyata ada juga ulama yang memakruhkan transaksi lelang. Di antaranya Ibrahim an-Nakha`i. Beliau memakruhkan jual beli lelang, lantaran ada dalil hadits dari Sufyan bin Wahab bahwa dia berkata,

سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ نَهَى عَنْ بَيْعِ المـُزَايَدَةِ

Aku mendengar Rasulullah saw melarang jual beli lelang. (HR Al-Bazzar).

Sedangkan Ibnu Sirin, Al-Hasan Al-Basri, Al-Auza`i, Ishaq bin Rahawaih, memakruhkannya juga, bila yang dilelang itu bukan rampasan perang atau harta warisan. Maksudnya, kalau harta rampasan perang atau warisan itu hukumnya boleh. Sedangkan selain keduanya, hukumnya tidak boleh atau makruh.

Dasarnya adalah hadits berikut ini :

عن ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : نَهَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ أَحَدُكُمْ عَلَى بَيْعِ أَحَدٍ حَتَّى يَذَرَ إِلاَّ الْغَنَائِمَ وَالْمَوَارِيثَ

Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAw melarang seseorang di antara kalian membeli sesuatu yang sedang dibeli oleh saudaranya hingga dia meninggalkannya, kecuali rampasan perang dan waris.

Sayangnya, banyak yang mengkritik bahwa kedua hadits di atas kurang kuat. Dalam hadits yang pertama terdapat perawi bernama Ibnu Luhai’ah dan dia adalah seorang rawi yang lemah (dha`if). Sedangkan hadits yang kedua, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan hadits itu dhaif.

Untuk itu, menurut jumhur ulama, kesimpulannya masalah lelang ini dibolehkan, asalkan memang benar-benar seperti yang terjadi di masa Rasulullah SAW. Artinya, lelang ini tidak bercampur dengan penipuan, atau bercampur dengan trik-trik yang memang dilarang.

C. Perbedaan Lelang Dengan Transaksi Sejenis

Lelang memang punya beberapa kesamaan yang nyaris sulit dibedakan dengan transaksi sejenis, seperti dengan najsy, atau transaksi membeli barang yang sudah dibeli orang lain, atau menawar barang yang sudah ditawar orang lain.

1. Najsy
Secara bahasa najsy adalah bermakna al-itsarah (الإثارة) yang artinya dendam.
Sedangkan dalam makna istilah, najsy adalah pura-pura menaikkan harga barang yang ditawarkan. Tujuannya tentu agar calon pembeli tertipu dan membeli dengan harga yang lebih tinggi.

Sedangkan lelang tidak sama dengan najsy, karena lelang tidak bertujuan untuk menipu calon pembeli.

2. Membeli Barang Yang Dibeli Orang Lain
Kadang ada orang yang mengharamkan lelang dengan alasan bahwa dalam lelang ada unsur membeli barang yang sudah dibeli orang lain.

Dan 'illat kenapa membeli barang yang sudah dibeli orang lain itu terlarang, karena sifatnya memaksa orang lain untuk membatalkan transaksi yang sudah disepakatinya. Sehingga orang yang seharusnya berhak membeli itu dipaksa mengembalikan barangnya, dan kemudian barang itu diambil atau dibeli oleh pembeli yang baru.

Sedangkan yang sesungguhnya terjadi dalam praktek lelang, unsur membeli barang yang sudah dibeli orang lain itu tidak terjadi. Sebab barang yang ditawarkan dalam lelang itu belum terjual dan belum menjadi milik siapapun. Bahkan statusnya masih dalam taraf saling tawar harga antara sesama pembeli, dimana tawar menawar itu sendiri pun belum disepakati dan belum ada kata putus.

Maka tindakan saling tawar antara sesama calon pembeli bukan sesuatu yang terlarang, karena tidak membatalkan apa yang sudah dibeli orang lain. Apabila sudah ada penawar tertinggi dan tidak ada lagi yang berani menawar lebih tinggi, maka kemudian baru diputuskan bahwa barang itu terjual kepada penawar tertinggi. Barulah kalau dibatalkan dengan paksa hukumnya menjadi haram.

3. Menawar Ulang Harga Yang Sudah Disepakati Orang Lain
Praktek yang diharamkan dalam jual beli adalah ketika penjual dan pembeli sepakat atas harga suatu barang, tiba-tiba muncul pembeli yang lain dan menohok dengan mengajukan harga tawar yang lebih tinggi.

Seandainya antara pembeli pertama dengan penjual belum sempat terjadi kesepakatan harga, sebenarnya tidak mengapa kalau ada yang menyodok dengan harga yang lebih tinggi.

Namun bila kedua belah pihak sudah mencapai kesepakatan atas harga yang ditetapkan, lalu tiba-tiba kesepakatan itu dirusak dengan masuknya penawar baru dengan harga yang lebih tinggi, maka cara itu adalah cara yang diharamkan.
Sedangkan dalam praktek lelang, kesepakatan harga belum tercapai. Masing-masing peserta lelang masih saling tawar dan belum ada keputusan. Dan saling tawar di antara calon pembeli bukan lah hal yang terlarang. 

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA
Rumahfiqih.com




Artikel Terkait

5 RUMAH ASWAJA: Transaksi Lelang, Bolehkah ? Assalamu 'alaikum wr. wb. Ustadz, terkait dengan jual-beli dengan cara lelang, apa hukumnya  dalam pandangan syariah Islam? Soalnya ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >