Assalamu 'alaikum wr. wb.
Ustadz, terkait dengan jual-beli dengan cara lelang, apa hukumnya dalam pandangan syariah Islam? Soalnya ada yang bilang lelang itu termasuk jual-beli yang diharamkan, karena kita membeli barang yang sedang ditawar orang lain.
Mohon penjelasan dan terima kasih.
Wassalam
Ustadz, terkait dengan jual-beli dengan cara lelang, apa hukumnya dalam pandangan syariah Islam? Soalnya ada yang bilang lelang itu termasuk jual-beli yang diharamkan, karena kita membeli barang yang sedang ditawar orang lain.
Mohon penjelasan dan terima kasih.
Wassalam
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
A. Pengertian
A. Pengertian
Di dalam literatur fiqih, lelang dikenal dengan istilah
muzayadah (مزايدة). Dalam bahasa perdangan hari ini (bahasa
Inggris), lelang ini sering disebut dengan istilah auction.
1. Bahasa
Secara bahasa, kata muzayadah (مزايدة)
berasal dari kata zada-yazidu-ziyadah (زاد -
يزيد - زيادة) yang artinya bertambah, maka muzayadah berarti saling
menambahi. Maksudnya, orang-orang saling menambahi harga tawar atas suatu
barang.
Di dalam kamus bahasa Arab, Al-Mu'jam Al-Wasith, kata
muzayadah diartikan sebagai :
التَّنَافُسُ فِي زِيَادَةِ ثَمَنِ السِّلْعَةِ الْمَعْرُوضَةِ
لِلْبَيْعِ
Persaingan dalam menambahi harga suatu barang yang
ditawarkan untuk dijual.
2. Istilah
Di dalam kitab Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, secara istilah
definisi dari muzayadah adalah :
أَنْ يُنَادَى عَلَى السِّلْعَةِ وَيَزِيدُ النَّاسُ فِيهَا
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ حَتَّى تَقِفَ عَلَى آخِرِ زَائِدٍ فِيهَا فَيَأْخُذَهَا
Mengajak orang membeli suatu barang, dimana para calon
pembelinya saling menambahi nilai tawar harga, hingga berhenti pada penawar
tertinggi. Dan sebagaimana kita tahu, dalam prakteknya dalam sebuah penjualan
lelang, penjual menawarkan barang di kepada beberapa calon pembeli.
Kemudian para calon pembeli itu saling mengajukan harga yang
mereka inginkan. Sehingga terjadilah semacam saling tawar dengan suatu harga.
Penjual nanti akan menentukan siapa yang memang, dalam arti yang berhak menjadi
pembeli. Biasanya pembeli yang ditetapkan adalah yang berani mengajukan harga
tertinggi. Lalu terjadi akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari
penjual.
B. Hukum Lelang
Ada pendapat ulama yang membolehkan hukum lelang, tapi ada
juga yang memakruhkannya. Hal itu karena memang ada beberapa sumber hukum yang
berbeda. Ada hadits yang membolehkannya dan ada yang tidak membolehkannya.
1. Yang Membolehkan
Yang membolehkan lelang ini adalah jumhur (mayoritas ulama).
Dasarnya adalah apa yang dilakukan langsung oleh Rasulullah SAW di masa beliau
hidup. Ternyata beliau juga melakukan transaksi lelang dalam kehidupannya.
Di antara hadits yang membolehkannya antara lain :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ جَاءَ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ فَقَالَ لَكَ فِي
بَيْتِكَ شَيْءٌ قَالَ بَلَى حِلْسٌ نَلْبَسُ بَعْضَهُ وَنَبْسُطُ بَعْضَهُ
وَقَدَحٌ نَشْرَبُ فِيهِ الْمَاءَ قَالَ ائْتِنِي بِهِمَا قَالَ فَأَتَاهُ بِهِمَا
فَأَخَذَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ ثُمَّ
قَالَ مَنْ يَشْتَرِي هَذَيْنِ فَقَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍ قَالَ
مَنْ يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا قَالَ رَجُلٌ أَنَا
آخُذُهُمَا بِدِرْهَمَيْنِ فَأَعْطَاهُمَا إِيَّاهُ وَأَخَذَ الدِّرْهَمَيْنِ
فَأَعْطَاهُمَا الْأَنْصَارِيَّ
Dari Anas bin Malik ra bahwa ada seorang lelaki Anshar
yang datang menemui Nabi saw dan dia meminta sesuatu kepada Nabi saw. Nabi saw
bertanya kepadanya,”Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?” Lelaki itu
menjawab,”Ada. Dua potong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas
duduk, serta cangkir untuk meminum air.” Nabi saw berkata,”Kalau begitu,
bawalah kedua barang itu kepadaku.” Lelaki itu datang membawanya. Nabi saw
bertanya, ”Siapa yang mau membeli barang ini?” Salah seorang sahabat beliau
menjawab,”Saya mau membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi saw bertanya
lagi,”Ada yang mau membelinya dengan harga lebih mahal?” Nabi saw menawarkannya
hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat beliau berkata,”Aku
mau membelinya dengan harga dua dirham.” Maka Nabi saw memberikan dua barang
itu kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada
lelaki Anshar tersebut… (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa`i, dan
at-Tirmidzi)
Hadits ini menjadi dasar hukum dibolehkannya lelang dalam
syariah Islam. Lantaran Nabi SAW sendiri mempraktekkannya. Sehingga tidak ada
alasan untuk mengharamkannya.
Kebolehan transaksi lelang ini dikomentari oleh Ibnu Qudamah
sebagai sesuatu yang sudah sampai ke level ijma` (tanpa ada yang menentang) di
kalangan ulama.
2. Yang Memakruhkan
Namun ternyata ada juga ulama yang memakruhkan transaksi
lelang. Di antaranya Ibrahim an-Nakha`i. Beliau memakruhkan jual beli lelang,
lantaran ada dalil hadits dari Sufyan bin Wahab bahwa dia berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ نَهَى عَنْ بَيْعِ المـُزَايَدَةِ
Aku mendengar Rasulullah saw melarang jual beli lelang.
(HR Al-Bazzar).
Sedangkan Ibnu Sirin, Al-Hasan Al-Basri, Al-Auza`i, Ishaq
bin Rahawaih, memakruhkannya juga, bila yang dilelang itu bukan rampasan perang
atau harta warisan. Maksudnya, kalau harta rampasan perang atau warisan itu
hukumnya boleh. Sedangkan selain keduanya, hukumnya tidak boleh atau makruh.
Dasarnya adalah hadits berikut ini :
عن ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : نَهَى رَسُول اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ أَحَدُكُمْ عَلَى بَيْعِ أَحَدٍ
حَتَّى يَذَرَ إِلاَّ الْغَنَائِمَ وَالْمَوَارِيثَ
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAw melarang seseorang
di antara kalian membeli sesuatu yang sedang dibeli oleh saudaranya hingga dia
meninggalkannya, kecuali rampasan perang dan waris.
Sayangnya, banyak yang mengkritik bahwa kedua hadits di atas
kurang kuat. Dalam hadits yang pertama terdapat perawi bernama Ibnu Luhai’ah
dan dia adalah seorang rawi yang lemah (dha`if). Sedangkan hadits yang kedua,
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan hadits itu dhaif.
Untuk itu, menurut jumhur ulama, kesimpulannya masalah
lelang ini dibolehkan, asalkan memang benar-benar seperti yang terjadi di masa
Rasulullah SAW. Artinya, lelang ini tidak bercampur dengan penipuan, atau
bercampur dengan trik-trik yang memang dilarang.
C. Perbedaan Lelang Dengan Transaksi Sejenis
Lelang memang punya beberapa kesamaan yang nyaris sulit
dibedakan dengan transaksi sejenis, seperti dengan najsy, atau transaksi
membeli barang yang sudah dibeli orang lain, atau menawar barang yang sudah
ditawar orang lain.
1. Najsy
Secara bahasa najsy adalah bermakna al-itsarah (الإثارة) yang artinya dendam.
Sedangkan dalam makna istilah, najsy adalah pura-pura
menaikkan harga barang yang ditawarkan. Tujuannya tentu agar calon pembeli
tertipu dan membeli dengan harga yang lebih tinggi.
Sedangkan lelang tidak sama dengan najsy, karena lelang
tidak bertujuan untuk menipu calon pembeli.
2. Membeli Barang Yang Dibeli Orang Lain
Kadang ada orang yang mengharamkan lelang dengan alasan
bahwa dalam lelang ada unsur membeli barang yang sudah dibeli orang lain.
Dan 'illat kenapa membeli barang yang sudah dibeli orang
lain itu terlarang, karena sifatnya memaksa orang lain untuk membatalkan
transaksi yang sudah disepakatinya. Sehingga orang yang seharusnya berhak
membeli itu dipaksa mengembalikan barangnya, dan kemudian barang itu diambil
atau dibeli oleh pembeli yang baru.
Sedangkan yang sesungguhnya terjadi dalam praktek lelang,
unsur membeli barang yang sudah dibeli orang lain itu tidak terjadi. Sebab
barang yang ditawarkan dalam lelang itu belum terjual dan belum menjadi milik
siapapun. Bahkan statusnya masih dalam taraf saling tawar harga antara sesama
pembeli, dimana tawar menawar itu sendiri pun belum disepakati dan belum ada
kata putus.
Maka tindakan saling tawar antara sesama calon pembeli bukan
sesuatu yang terlarang, karena tidak membatalkan apa yang sudah dibeli orang
lain. Apabila sudah ada penawar tertinggi dan tidak ada lagi yang berani
menawar lebih tinggi, maka kemudian baru diputuskan bahwa barang itu terjual
kepada penawar tertinggi. Barulah kalau dibatalkan dengan paksa hukumnya
menjadi haram.
3. Menawar Ulang Harga Yang Sudah Disepakati Orang Lain
Praktek yang diharamkan dalam jual beli adalah ketika
penjual dan pembeli sepakat atas harga suatu barang, tiba-tiba muncul pembeli
yang lain dan menohok dengan mengajukan harga tawar yang lebih tinggi.
Seandainya antara pembeli pertama dengan penjual belum
sempat terjadi kesepakatan harga, sebenarnya tidak mengapa kalau ada yang
menyodok dengan harga yang lebih tinggi.
Namun bila kedua belah pihak sudah mencapai kesepakatan atas
harga yang ditetapkan, lalu tiba-tiba kesepakatan itu dirusak dengan masuknya
penawar baru dengan harga yang lebih tinggi, maka cara itu adalah cara yang
diharamkan.
Sedangkan dalam praktek lelang, kesepakatan harga belum
tercapai. Masing-masing peserta lelang masih saling tawar dan belum ada
keputusan. Dan saling tawar di antara calon pembeli bukan lah hal yang
terlarang.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Rumahfiqih.com
Rumahfiqih.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar