+ -

Pages

Senin, 13 Juli 2015

Hukum Shalat Hari Raya ('Ied)

Tinggal menghitung hari kita akan memasuki salah satu hari raya umat Islam seluruh dunia, yaitu  ied al-fithri, hari kemenangan yang ditunggu-tunggu oleh kaum muslimin setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan satu bulan penuh. Pada hari itu terdapat sebuah ibadah yang disyariatkan oleh Allah subhanahu wata’ala, yaitu shalat ied al-fitri, lalu yang menjadi pertanyan, apakah hukum shalat ied itu?.

Para ulama dalam masalah ini berbeda pendapat, ada ulama yang mengatakan bahwa shalat ied hukumnya sunnah, ada juga yang berpendapat bahwa hukumnya wajib dan ada ulama yang menganggap bahwa shalat ied hukumnya fardhu kifayah yang jika dilakukan oleh sekelompok orang islam yang mencukupi di sebuah daerah maka gugurlah kewajibannya dari muslim yang lain di daerah tersebut. Berikut madzhab ulama serta redaksi mereka dalam masalah ini:

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Para ulama dari madzhab al-hanfiyah berpendapat bahwa shalat ied, baik itu ied al-fithri atau ied al-adha hukunya wajib, namun tidak fardhu, karena para ulama dalam madzhab ini membedakan antara wajib dan fardhu.

Al-Kasani (w. 587 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Badai' Ash-Shanai' fi Tartibi As-Syarai' menuliskan sebagai berikut :

وأما صلاة العيدين فالكلام فيها يقع في مواضع: في بيان أنها واجبة أم سنة، وفي بيان شرائط وجوبها وجوازها...أما الأول فقد نص الكرخي على الوجوب فقال وتجب صلاة العيدين على أهل الأمصار كما تجب الجمعة وهكذا روى الحسن عن أبي حنيفة أنه تجب صلاة العيد على من تجب عليه صلاة الجمعة

Adapun shalat ied, maka pembicaraan mengenainya terdapat pada beberapa poin: penjelasan apakah hukumnya wajib atau sunnah, penjelasan syarat-syarat wajib dan bolehnya,...adapun pembahasan pertama (hukumnya), Imam Al-Karkhi menegaskan tentang kewajibannya,ia berkata: “ shalat ied hukumnya wajib bagi penduduk kota sebagaimana wajibnya shalat jum’at”. dan Al-Hasan meriwayatkan hal serupa dari Imam Abu Hanifah, bahwasanya shalat ied hukumnya wajib bagi orang yang wajib shalat jum’at.[1]

2. Mazhab Al-Malikiyah

Para ulama dari madzhab al-malikiyah berpendapat bahwa shalat ied hukumnya sunnah yang tidak seyogianya ditinggalkan.

Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah menuliskan sebagai berikut :

وصلاة العيدين سنة مسنونة لا ينبغي تركها وهي على جميع أهل الآفاق وأهل الأمصار وأهل القرى

Shalat ied, baik ied al-fithri atau ied al-adha hukumnya sunnah yang tidak sepantasnya ditinggalkan, hukumnya sunah bagi seluruh penduduk di semua penjuru, penduduk kota dan penduduk desa.[2]

3. Mazhab Asy-Syafi’i

Dalam madzhab asy-syafi’iyah ada dua pendapat mengenai hukum shalat ied, pertama hukumnya sunnah dan kedua fardhu kifayah, namun endapat yang paling benar dalam madzhab ini -menurut para muhaqqiq madzhab- hukumnya adalah sunnah.

An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnyaRaudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin menuliskan sebagai berikut :

هي سنة على الصحيح المنصوص. وعلى الثاني: فرض كفاية. فإن اتفق أهل بلد على تركها، قوتلوا إن قلنا: فرض كفاية. وإن قلنا: سنة لم يقاتلوا على الأصح

Shalat ied hukumnya sunnah menurut pendapat yang shahih dan dinaskan oleh para ulama madzhab, dan hukumnya fardu kifayah menurut pendapat kedua, jika penduduk suatu negri sepakat meninggalkannya maka mereka harus diperangi jika kita katakan hukumnya fardhu kifayah, dan jika kita katakan hukumnya sunnah maka mereka tidak diperangi menurut pendapat yang ashahh.[3]

4. Mazhab Al-Hanabilah

Para ulama dari madzhab al-hanabilah berpendapat bahwa shalat ied al-fithri dan ied al-adha hukumnya fardhu kifayah.

Ibnu Qudamah (w. 620 H) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughni menuliskan sebagai berikut :

وصلاة العيد فرض على الكفاية، في ظاهر المذهب، إذا قام بها من يكفي سقطت عن الباقين، وإن اتفق أهل بلد على تركها قاتلهم الإمام

Shalat ied hukumnya fardhu kifayah dalam madzhab ini, jika shalat ied dilakukan oleh sebagian muslim yang cukup maka gugurlah kewajiban dari yang lain, dan jika penduduk sebuah daerah sepakat meninggalkannya maka pemimpin harus memerangi mereka.[4]
Demikian uraian tentang pendapat ulama lintas madzhab mengenai hukum shalat ied, semoga bermanfaat dan bisa menammbah khazanah keilmuan kita.

Allahu a'lam.

Muhamad Amrozi
Kampussyariah.com



[1] Al-KasaniBadai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi Syara’i, jilid 1 hal. 274-275
[2] Ibnu Abdil Barr, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, jilid 1 hal. 263
[3] An-NawawiRaudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin, jilid 2 hal.70
[4] Ibnu QudamahAl-Mughni, jilid 2 hal.272


Artikel Terkait

5 RUMAH ASWAJA: Hukum Shalat Hari Raya ('Ied) Tinggal menghitung hari kita akan memasuki salah satu hari raya umat Islam seluruh dunia, yaitu  ied al-fithri, hari kemenangan yang ditun...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >